BERITA

by : Buya Ustad H.Faishal Anas

Menurut kami, masyarakat adat bermobilitas adalah suatu kumpulan dalam masyarakat adat yang bergantung pada penggunaan sumber daya alam dengan kemilikan bersama dalam suatu wilayah yang luas, yang menggunakan mobilitas sebagai strategi pengelolaan terhadap penggunaan lingkungan secara lestari dan kelestarian, dan yang mempunyai identitas adat serta sistem pengelolaan sumber daya alam tersendiri.}

Dunia kita sedang menghadapi berbagai ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya pada kelestarian lingkungan dan penggunaan keanekaragaman hayati secara lestari. Pada waktu yang bersamaan, keanekaragaman kebudayaan dan bahasa, termasuk di dalamnya kekayaan pengetahuan dan kearifan yang tak terhitung jumlahnya maupun tak tergantikan, sedang berada di ambang kepunahan yang memprihatinkan.

Tekanan-tekanan yang saling terkait (yaitu dinamika populasi penduduk, pola-pola konsumsi yang tidak lestari, perubahan iklim global, dan kekuatan-kekuatan perekonomian nasional) mengancam baik pada kelestarian sumber daya alam maupun penghidupan masyarakat lokal. Secara khusus, masyarakat adat bermobilitas sekarang terdesak oleh kekuatan-kekuatan yang berada di luar kekuasaan mereka, dan yang menempatkan secara khusus dalam keadaan yang merugikan.

Masyarakat adat bermobilitas mengalami banyak diskriminasi. Hak-hak mereka, termasuk hak-hak penggunaan sumber daya alam, sering ditiadakan, sedangkan praktek-praktek konservasi konvensional tidak tertuju pada pemenuhan kebutuhan yang layak bagi mereka. Faktor-faktor ini, bersamaan dengan irama perubahan global, meruntuhkan penghidupan mereka, menurunkan kemampuan mereka untuk bertahan hidup dengan lingkungannya secara seimbang, dan pula akhirnya mengancam keberadaan mereka sebagai masyarakat-masyarakat yang mandiri.

Meskipun demikian, melalui praktek-praktek penggunaan sumber daya alam secara tradisional dan budaya yang sangat menghormati lingkungan, banyak kelompok masyarakat adat bermobilitas masih memberi sumbangan penting pada keberlanjutan ekosistem bumi, jenis dan keanekaragaman genetik – walaupun seringkali tidak diakui. Perhatian masyarakat adat bermobilitas dan bidang konservasi dengan demikian bertemu dalam satu kepentingan, terutama karena menghadapi beberapa tantangan yang sama. Oleh karena itu ada keperluan yang sangat mendesak untuk mendirikan kemitraan yang saling memperkuat antara masyarakat adat bermobilitas dan pihak-pihak yang terlibat dengan usaha konservasi.

Dengan pengertian ini, kami mengikat diri kepada kemajuan praktek-praktek kelestarian lingkungan yang berdasarkan prinsip-prinsip berikut:


Hak-hak dan Pemberdayaan


Pendekatan-pendekatan konservasi yang mempunyai pengaruh potensial terhadap masyarakat adat bermobilitas dan sumber daya alam mereka harus mengakui hak-hak, pertanggungjawaban pengelolaan, dan kemampuan mereka, serta harus mengarah pada pemberdayaan yang efektif. Hak-hak ini termasuk


Hak asasi manusia: sipil, politik, kemasyarakatan, ekonomis, dan kebudayaan;


1. Hak atas tanah dan sumber daya alam, termasuk hak adat;

2. Hak kebudayaan dan kepemilikan intelektual;

3. Hak keikutsertaan di dalam pengambilan keputusan dan proses perundingan yang relevan pada berbagai tingkat;

5. Hak untuk mendapatkan keuntungan secara adil dari penggunaan sumber daya alam, baik yang konsumtif maupun non-konsumtif.

Dengan tujuan ini, reformasi perundang-undangan yang layak harus segera diupayakan sesuai kebutuhan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Tambahan pula, karena masyarakat adat bermobilitas sering melintasi wilayah-wilayah lain, kerjasama lintas-batas antar pemerintah nasional mungkin diperlukan.

Pengakuan hak-hak masyarakat adat bermobilitas haruslah mengarah pada pemberdayaan efektif, termasuk perhatian pada usia dan jender.

Prinsip 2. Kepercayaan dan Penghormatan

Kemitraan yang saling menguntungkan antara bidang konservasi dan masyarakat adat bermobilitas harus berdasarkan rasa percaya dan saling menghormati, dan harus mengatasi diskriminasi terhadap masyarakat adat bermobilitas. Dengan tujuan ini, kemitraan tersebut haruslah:


1. Berjalan secara adil;

2 . Menghormati dan mengakui sepenuhnya lembaga-lembaga masyarakat adat bermobilitas;

3 . Menyeimbangkan pelaksanaan hak semua pihak dengan pemenuhan tanggung jawab;

4 .Mengenali dan memasukkan adat-adat yang relevan;

5 . Mengembangkan pertanggunggugatan semua pihak dalam hubungan dengan pemenuhan tujuan konservasi dan kebutuhan masyarakat adat bermobilitas.

Prinsip 3. Keragaman Sistem-Sistem Pengetahuan yang Berbeda

“Saile Dengan Samudeak “ by Buya





Adat merupakan gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang. Adat pada prinsipnya dekat sekali dengan agama. Seperti yang kita ketahui adat asli bangsa Indonesia telah dipengaruhi oleh agama Hindu, Budha dan selanjutnya agama Islam. Oleh karena itu, adat daerah Kerinci sangat erat hubungannya dengan agama. Seperti ungkapan adat mengatakan: Adat bersendi syarak-syarak bersendi Kitabullah, Adat berbuwul sentak-syarak berbuwul mati. Maksudnya adat dapat saja berubah corak, tetapi syarak tidak boleh berubah. Fungsi adat adalah untuk pembinaan persatuan dan kesatuan masyarakat, karena adat istiadat memiliki seperangkat norma, kaidah, dan keyakinan social yang masih dihayati dan dipelihara oleh masyarakat.


Pemangku adat yaitu orang yang menduduki jabatan dalam kelembagaan adat. Pemangku adat merupakan orang yang dituakan di dalam masyarakat, pemangku adat juga sebagai pemimpin suatu keluarga besar. Adapun yang dimaksud dengan Pemagku adat di daerah Kerinci adalah mereka yang memegang gelar adat yang setingkat Depati Ninik Mamak (aplikasinya merupakan raja-raja kecil).

Pemangku Adat



Orang yang dapat dipilih menjadi pemangku adat adalah:

1) Orang cerdik pandai dan bijaksana.

2) Orang kaya yang budiman

3) Orang yang berilmu pengetahuan.



Adapun sifat pemangku adat di ungkapkan dalam kata-kata adat di bawah ini: Saiyo sakato, sarunding sainok

Serentak datang, serangkuh dayung

Saayun saribae tangan, salangkah dan sepijak

Kok mudik samo ka hulu, kok hilir samo ka laut

Kok berat samo dipikul, kok ringan samo di jinjing

Saciyok bak ayam, sedenting bak besai

Satu adat satu lumbago


Sifat Pemangku adat ialah “ Adil”, martabatnya 10 yaitu:

1) Berilmu dan berakal

2) Jernih air muka

3) Banyak suka dan duka

4) Berani dan pengasih

5) Teguh penderian dan lapang dada

6) Ingat dan waspada

7) Yakin dan tawakal

8) Mengenal watak, mengetahui, mengayomi,dan melayani hamba rakyat

9) Tidak menolak sembah yang bersinkalak

10) Tahu yang hina dan mulia


Adat Kerinci memiliki beberapa gelar adat, yaitu: Depati, Datuk, Rio, Mangku, Patih, Manti Agung, Malano, dan lain-lain. Depati disebut golongan depati sedangkan Datuk, Rio, Mangku, Patih, Manti Agung, Malano, dan lain-lain disebut golongan ninik mamak. Pada aturan hukum adat Kerinci, setiap pemangku adat memiliki tugas masing-masing. Adapun penjelasannya sebagai berikut.


1. Depati.

Kata depati adalah kata memutus. Dialah yang memakan habis memegal putus dan membunuh mati. Artinya segala perkara yang sampai kepadanya dan diadilinya di rumah adat, maka keputusannya tidak dapat di ganggu gugat oleh siapapun.

Sko Depati atau setingkat depati, fungsinya sebagai gendang mula bersua tinggi Nampak jauh. Untuk menyandang gelar depati ada tiga ketentuan:

1) Menganguskan beras seratus, kerbau seekor, yaitu kenduri adat atau yang disebut dengan kenduri Sko. Pada kenduri ini memotong seekor kerbau dan memasak beras bilangan seratus gantang.

2) Mengaguskan “mas samas”, yaitu memberi uang penaik sebagai persyaratan untuk menggantikan Depati yang telah meninggal dunia.

3) Dipilih oleh musyawarah ninik mamak.


Depati menjalankan semua hukum dalam negeri. Petitih adat Kerinci mengatakan:

“ Depati ituh menghukum dingan undang-undang, membuju lalu, malintang patah. Lantak idak bulih guyah, cemin idak buleh kabo. Dicabut idak mati, diasak idak layu. Itulah kato adat dengan ampuh di alam Kincai”.


Artinya:

Depati itu memegang hokum dan undang-undang, membujur lalu, melintang patah. Lantak tidak boleh goyah, cermin tidak boleh kabur. Dicabut tidak mati, digeser tidak layu. Itulah kata adat yang ampuh di alam Kerinci.

Maksud ungkapan ini adalah depati memegang hukum dan undang-undang, semua peraturan yang dikeluarkan dan semua peraturan yang dikeluarkan dan semua hukuman yang dijatuhkan hendaknya sesuai dengan aturan adat yang telah ditentukan.


2. Ninik Mamak


Ninik mamak adalah orang yang dituakan dalam sebuah kelembu (suku). Dialah yang mengawasi dan menjadi nenek yang akan menasehati warga kelembunya. Serta dialah yang menjadi mamak (paman) yang membimbing keponakannya. Ninik mamak menyandang gelar Sko dari Ninik Mamak terdahulu, jadi gelar sko lah yang menyebabkan ninik mamak di dahulukan selangkah dari mamak-mamak yang lain.

Ninik mamak berhak untuk mengajun, mengarah, menyusun, menata anak keponakan. Dalam ungkapan adat dikatakan:

“ Sko Ninik mamak ialah menyusun, menyelesaikan yang kusut dan menjernihkan yang keruh. Jauh diulang dekat dikunjungi. Berkata dulu sepatah, berjalan dulu selangkah. Mengetahui larik yang berderet, lumbung yang berjejer, sawah yang berjenjang, kebunyang berbidang, menyusun lantai, memaku lantak. Menentukan batas dengan padang, pendek dengan panjang, dahan dengan ranting, gilir dengan ganti. Melihat orang masuk dan orang keluar, tamu datang melintang datang membujur, datang malam datang siang, air yang beriak daun yang bergoyang. Itulah hak dan kewajiban ninik mamak”.


"keturunan asli kerinci yang megan tampuk pemerintah di malaysia"


Dato' Maznah binti Mazlan

Dato' Maznah Mazlan merupakan Timbalan Menteri Sumber Manusia Malaysia. Beliau dilantik oleh Perdana Menteri Malaysia ke-6, Datuk Seri Najib Tun Razak pada 9 April 2009 di Putrajaya.Majlis angkat sumpah jawatan dan taat setia serta sumpah simpan rahsia di hadapan Yang di-Pertuan Agong, Tuanku Mizan Zainal Abidin di Istana Negara pada 10 April 2009.